Cari Blog Ini

Minggu, 24 April 2011

IJTIHAD


1.        Pengertian Ijtihad
Secara bahasa ijtihad berarti pencurahan segenap kemampuan untuk mendapatkan sesuatu. Yaitu penggunaan akal sekuat mungkin untuk menemukan sesuatu keputusan hukum tertentu yang tidak ditetapkan secara eksplisit dalam al-Quran dan as-Sunnah. Rasulullah saw pernah bersabda kepada Abdullah bin Mas'ud sebagai berikut : " Berhukumlah engkau dengan al-Qur'an dan as-Sunnah, apabila sesuatu persoalan itu engkau temukan pada dua sumber tersebut.
 Tapi apabila engkau tidak menemukannya pada dua sumber itu, maka ijtihadlah ". Kepada ‘Ali bin Abi Thalib beliau pernah menyatakan : " Apabila engkau berijtihad dan ijtihadmu betul, maka engkau mendapatkan dua pahala. Tetapi apabila ijtihadmu salah, maka engkau hanya mendapatkan satu pahala ". Muhammad Iqbal menamakan ijtihad itu sebagai the principle of movement. Mahmud Syaltut berpendapat, bahwa ijtihad atau yang biasa disebut arro'yu mencakup dua pengertian :
a)      Penggunaan pikiran untuk menentukan sesuatu hukum yang tidak ditentukan secara eksplisit oleh al-Qur'an dan as-Sunnah.
b)      Penggunaan fikiran dalam mengartikan, menafsirkan dan mengambil kesimpulan dari sesuatu ayat atau hadits.
Adapun dasar dari keharusan berijtihad ialah antara lain terdapat pada al-Qur'an surat an-Nisa ayat 59.
              Jadi bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud mazhab meliputi dua pengertian Mazhab adalah jalan pikiran atau metode yang ditempuh seorang Imam Mujtahid dalam menetapkan hukum suatu peristiwa berdasarkan kepada al-Qur’an dan hadis.
             Mazhab adalah fatwa atau pendapat seorang Imam Mujtahid tentang hukum suatu peristiwa yang diambil dari al-Qur’an dan hadis. Dalam perkembangan mazhab-mazhab fiqih telah muncul banyak mazhab fiqih. Menurut Ahmad Satori Ismail,  para ahli sejarah fiqh telah berbeda pendapat sekitar bilangan mazhab-mazhab. Tidak ada kesepakatan para ahli sejarah fiqh mengenai berapa jumlah sesungguhnya mazhab-mazhab yang pernah ada. Namun dari begitu banyak mazhab yang pernah ada,  maka hanya beberapa mazhab saja yang bisa bertahan sampai sekarang. Menurut M. Mustofa Imbabi, mazhab-mazhab yang masih bertahan sampai sekarang  hanya tujuh mazhab saja yaitu : mazhab hanafi, Maliki, Syafii, Hambali, Zaidiyah, Imamiyah dan Ibadiyah. Adapun mazhab-mazhab lainnya telah tiada.

2.       Kedudukan dan Fungsi Ijtihad
Imam syafi’I ra. (150-204 H)dalam kitabnya Ar-risalah pernah, ketika menggambarkan kesempurnaan Al-Quran pernah menegaskan : “Maka tidak terjadi suatu peristiwa pun pada seorang pemeluk agama Allah, kecuali dalam kitab Allah terdapat petunjuk tentang hukumnya”.
Menurut Satria Efendi, pernyataan Syafi’I tersebut menginspirasikan bahwa hukum-hukum yang terkandung oleh Al-Quran yang bisa menjawab berbagai permasalahan itu harus digali dengan kegiatan ijtihad. Oleh karena itu, menurutnya, Allah mewajibkan hamba-Nya untuk berijtihad dalam upaya menimba hukum-hukum dari sumbernya itu. Selanjutnya ia mengatakan bahwa Allah menguji ketaatan seseorang untuk melakukan ijtihad, sama halnya seperti Allah menguji ketaatan hamba-Nya dalam hal-hal yang diwajibkan lainnya.9
Selanjutnya Satria menjelaskan bahwa ijtihad memiliki banyak fungsi, diantaranya :
a)      Menguji kebenaran hadis yang tidak sampai ke tingkat hadis mutawattir seperti Hadis Ahad, atau sebagai upaya memahami redaksi ayat atau hadis yang tidak tegas pengertiannya sehingg tidak angsung dapat dipahami.
b)       Berfungsi untuk mengembangkan prinsip-prinsip hukum yang terdapat dalam Al-Quran dan Sunnah seperti dengan Qiyas, Istihsan, dan Maslahah mursalah. Hal ini penting, karena ayat-ayat dan hadis-hadis hukum yang sangat terbatas jumlahnya itu dapat menjawab berbagai permasalahan yang terus berkembang dan bertambah denga tidak terbatas jumlahnya
Kedudukan ijtihad
Berbeda dengan al-Qur'an dan as-Sunnah, ijtihad terikat dengan ketentuan-ketentuan sebagi berikut :
a)      Pada dasarnya yang ditetapkan oleh ijtihad tidak dapat melahirkan keputusan yang mutlak absolut. Sebab ijtihad merupakan aktifitas akal pikiran manusia yang relatif. Sebagai produk pikiran manusia yang relatif maka keputusan daripada suatu ijtihad pun adalah relatif.
b)       Sesuatu keputusan yang ditetapkan oleh ijtihad, mungkin berlaku bagi seseorang tapi tidak berlaku bagi orang lain. Berlaku untuk satu masa / tempat tapi tidak berlaku pada masa / tempat yang lain.
c)       Ijtihad tidak berlaku dalam urusan penambahan ‘ ibadah mahdhah. Sebab urusan ibadah mahdhah hanya diatur oleh Allah dan Rasulullah.
d)      Keputusan ijtihad tidak boleh bertentangan dengan al-Qur'an dan as-Sunnah.
e)      Dalam proses berijtihad hendaknya dipertimbangkan faktor-faktor motifasi, akibat, kemaslahatan umum, kemanfaatan bersama dan nilai-nilai yang menjadi ciri dan jiwa daripada ajaran Islam

3.      Pengertian Madzhab
Mazhab (bahasa Arab: مذهب, madzhab) adalah istilah dari bahasa Arab, yang berarti jalan yang dilalui dan dilewati, sesuatu yang menjadi tujuan seseorang baik konkrit maupun abstrak. Sesuatu dikatakan mazhab bagi seseorang jika cara atau jalan tersebut menjadi ciri khasnya. Menurut para ulama dan ahli agama Islam, yang dinamakan mazhab adalah metode (manhaj) yang dibentuk setelah melalui pemikiran dan penelitian, kemudian orang yang menjalaninya menjadikannya sebagai pedoman yang jelas batasan-batasannya, bagian-bagiannya, dibangun di atas prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah.
Mazhab menurut ulama fiqih, adalah sebuah metodologi fiqih khusus yang dijalani oleh seorang ahli fiqih mujtahid, yang berbeda dengan ahli fiqih lain, yang menghantarkannya memilih sejumlah hukum dalam kawasan ilmu furu'. Ini adalah pengertian mazhab secara umum, bukan suatu mazhab khusus

Menurut istilah para fuqoha'
  1. Ialah hasil ijtihd sorang imam (mujtahid mutlak mustakhil ) tentang hukum suatu masalah atau tentang kaidah-kaidah istimbat. Sebagai methode untuk memahami ajaran-ajaran agama. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa madzhab berarti "hasil ijtihad seorang mujtahid mutlaq mustaqil tentang hukum suatu masalah, atau tentang kaidah-kaidah istimbat".
  2. Madzhab berarti "hasil ijtihad imam tentang kaidah-kaidah istimbat untuk menggali suatu hukum", yaitu para ulama yang tidak sanggup menemukan kaidah-kaidah istimbat. Yaitu para mujtahid muntanbith/madzhab, mujtahid fatwa, dan mujtahid tarjih. Apabila mereka hendak menggali hukum, maka wajib bermadzhab, dalam arti bahwa wajib bagi mereka berpegang pada kaidah-kaidah istimbat yang dianut oleh imamnya. Adpun orang awam, atau ulama' yang tidak menggali hukum tidak wajib bagi mereka bermadzhab menurut pengertian yang kedua.
4. Kedudukan Madzhab
Di kalangan umat Islam, sekarang ini ada empat mazhab yang sangat dikenal yaitu; mazhab Hanafi (80-150 H), mazhab Maliki (93-179 H), mazhab Syafi’I (150-204 H), dan mazhab Hambali (164-241 H). Selain empat mazhab itu masih banyak mazhab lain misalnya, mazhab Ja’fari, Syi’ah Imamiah, Syi’ah Zaidiyah Hasan Basyri, as-Tsauri, Daud ad-Dhahiri, dan sebagainya. Masing-masing mazhab mempunyai aturan-aturan dan tata cara hokum tersendiri yang kadang-kadang berbeda dengan mazhab yang lain, terutama mengenai soal-soal furu’iyah.
Sampai saat ini, realitasnya ikhtilaf masih tetap berlangsung di kalangan mazhab. Mereka berselisih paham dalam masalah furu’iyah, akibat keanekaragaman sumber dan aliran mazhab dalam memahami nash dan mengistinbathkan hokum yang tidak ada nashnya. Perselisihan itu terjadi antara kelompok yang memperluas dan yang mempersempit wilayah ijtihad, antara yang memperketat dan memperlonggar persyaratan ijtihad, antara yang cederung rasional dan yang cenderung tekstual berpegang pada zhahir nash, antara yang mewajibkan bermazhab dan yang melarangnya.
Seorang mujtahid bebas berijtihad, asal tidak membatalkan hasil ijtihad orang lain. Berbeda halnya bila seorang mujtahid membatalkan hasil ijtihadnya sendiri (meralat pendapat lama) karena situasi dan kondisi yang berbeda, atau menemukan dalil yang lebih kuat sebagaimana yang terjadi pada seorang mujtahid besar, Imam Syafi’i. Bagaimana beliau meralat hasil ijtihadnya ketika masih tinggal di Irak (qaul qadim) dengan ijtihad baru (qaul jaded) setelah migrasi ke kota metropolis Mesir, karena tuntutan kondisi kondisi yang berbeda, disamping – tentu saja – diketemukannya dalil yang lebih kuat.
Dalam menetapkan hukum, tidak jarang terjadi perbedaan pendapat diantara imam mazhab itu. Walaupun mereka sama-sama merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, disamping sumber hokum lainnya, baik sumber hokum yang muttafaq ‘alaih (disepakati semua mazhab) maupun sumber hokum yang mukhtalaf fih (masih diperselisihkan).
Jalan pikiran para imam mazhab inilah yang perlu kita telaah dan kemudian dibandingkan dengan melacak kekuatan dalil yang digunakan. Tentu saja, komparasi ini dilakukan dengan mengetahui terlebih dahulu latar belakang seorang mujtahid dan dasar argumentasi yang mereka pakai dalam menetapkan putusan hukum.
Perbedaan pendapat (masalah khilafiyah) imam mazhab dalam lapangan hukum (fiqh Islam) sebagai hasil penelitian, tidak perlu dipandang sebagai factor yang melemahkan kedudukan hokum Islam. Bahkan sebaliknya, bias memberikan kelonggaran kepada umat Islam dalam  melaksanakan semua perintah Allah dan Rasul-Nya sesuai situasi dan kondisi yang dihadapinya. Hal ini sekaligus sebagai indicator, umat Islam bebas memilih salah satu pendapat imam mazhab fiqh menurut keyakinannya, dan bukan menjadi keharusan agar taqlid atau terpaku hanya pada satu pendapat imam mazhab saja.
Kalau ada sikap toleran dan saling pengertian antara pihak yang satu dengan lainnya, tentu perbedaan ijtihad itu tidak perlu dikhawatirkan. Karena hal-hal yang diperselisihkan itu dapat dipertemukan ada jalan keluar yang dapat ditempuh, dan kalau sampai mengalami jalan buntu, masing-masing pihak mampu menghargai pendapat orang lain yang berbeda. Sebaliknya, kalau kurang lapang dada, masalah kecil dapat menjadi besar. Karena masing-masing mempertahankan egoisme, walaupun hati kecilnya mengakui kelemahan pendapat itu. Akibat fanatik mazhab yang dianut, keterbatasan ilmu, atau karena dipengaruhi faktor politis lainnya.
Perbedaan pendapat sebaiknya tidak harus terjadi dalam umat Islam. Perbedaan pendapat seharusnya dapat disatukan. Sebenarnya bukan idealisme seperti ini  yang dituntut. Tetapi tenggang rasa, saling pengertian, dan menghargai pendapat yang berkembang.. Seseorang tidak boleh mengklaim, hanya pendapatnya sendiri yang benar sedang pendapat orang lain salah dan dicampakkan.
Perbedaan pendapat yang terjadi di tengah masyarakat, hendaknya dipandang sebagai sesuatu yang wajar dan alamiyah. Ralitas semua itu justeru menandakan bahwa pikiran seseorang itu tidak beku, tidak mandek, dan selalu berkembang secara kreatif. Mengapa kita tidak mengambil contoh nyata, Imam Syafi’i? Imam mazhab ini pernah berbeda pendapat dalam dirinya sendiri, sehingga muncul qaul qadim dan qaul jadid. Sepanjang pengetahuan kita, tidak ada  seorang pun yang berkomentar sinis, Imam Syafi’I itu plin-plan dan tidak konsisten. Malahan disitu terlihat bagaimana keluesan dan keluasan pandangan beliau dalam merespon realitas yang terjadi. Tidak rigid dan jumud, tetapi bersikap responsive, kreatif, dan inovatif. (Moch Bukhori Muslim, MA)

5. Jenis – Jenis Madzhab
1.Mazhab Hanafi
Pendiri mazhab Hanafi ialah : Nu’man bin Tsabit bin Zautha.Diahirkan pada masa sahabat, yaitu pada tahun 80 H = 699 M. Beliau wafat pada tahun 150 H bertepatan dengan lahirnya Imam Syafi’i R.A. Beliau lebih dikenal dengan sebutan : Abu Hanifah An Nu’man.Abu Hanifah adalah seorang mujtahid yang ahli ibadah. Dalam bidang fiqh beliau belajar kepada Hammad bin Abu Sulaiman pada awal abad kedua hijriah dan banyak belajar pada ulama-ulama Ttabi’in, seperti Atha bin Abi Rabah dan Nafi’ Maula Ibnu Umar.
Mazhab Hanafi adalah sebagai nisbah dari nama imamnya, Abu Hanifah. Jadi mazhab Hanafi adalah nama dari kumpulan-kumpulan pendapat-pendapat yang berasal dari Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya serta pendapat-pendapat yang berasal dari para pengganti mereka sebagai perincian dan perluasan pemikiran yang telah digariskan oleh mereka yang kesemuanya adalah hasil dari pada cara dan metode ijtihad ulama-ulama Irak . Maka disebut juga mazhab Ahlur Ra’yi masa Tsabi’it Tabi’in.
Dasar-dasar Mazhab Hanafi
            Abu Hanifah dalam menetapkan hukum fiqh terdiri dari tujuh pokok, yaitu : Al Kitab, As Sunnah, Perkataan para Sahabat, Al Qiyas, Al Istihsan, Ijma’ dan Uruf.
Murid-murid Abu Hanifah adalah sebagai berikut :a.Abu Yusuf bin Ibrahim Al Anshari b.Zufar bin Hujail bin Qais al Kufi c.Muhammad bin Hasn bin Farqad as Syaibani d.Hasan bin Ziyad Al Lu’lu Al Kufi Maulana Al Anshari .
Daerah-daerah Penganut Mazhab Hanafi
            Mazhab Hanafi mulai tumbuh di Kufah ,kemudian tersebar ke negara-negara Islam bagian Timur. Dan sekarang ini mazhab Hanafi merupakan mazhab resmi di Mesir, Turki, Syiria dan Libanon. Dan mazhab ini dianut sebagian besar penduduk Afganistan,Pakistan,Turkistan,Muslimin India dan Tiongkok.
2. Mazhab Maliki
Mazhab Maliki adalah merupakan kumpulan pendapat-pendapat yang berasal dari Imam Malik dan para penerusnya di masasesudah beliau meninggal dunia. Nama lengkap dari pendiri mazhab ini ialah : Malik bin Anas bin Abu Amir. Lahir pada tahun 93 M = 712 M di Madinah. Selanjutnya dalam kalangan umat Islam beliau lebih dikenal dengan sebutan Imam Malik. Imam Malik terkenal dengan imam dalam bidang hadis Rasulullah SAW.
Imam Malik belajar pada ulama-ulama Madinah. Yang menjadi guru pertamanya ialah Abdur Rahman bin Hurmuz. Beliau juga belajar kepada Nafi’ Maula Ibnu Umar dan Ibnu Syihab Az Zuhri. Adapun yang menjadi gurunya dalam bidang fiqh ialah Rabi’ah bin Abdur Rahman. Imam Malik adalah imam negeri Hijaz, bahkan tokohnya semua bidang fiqh dan hadits.
Dasar-dasar Mazhab Maliki
Dasar-dasar mazhab Maliki diperinci dan diperjelas sampai tujuh belas pokok yaitu :
  1. Nashul Kitab
  2. Dzaahirul Kitab
  3. Dalilul Kitab
  4. Mafhum muwafaqah
  5. Tanbihul Kitab, terhadap illat
  6. Nash-nash Sunnah
  7. Dzahirus Sunnah
  8. Dalilus Sunnah
  9. Mafhum Sunnah
  10. Tanbihus Sunnah
  11. Ijma’
  12. Qiyas
  13. Amalu Ahlil Madinah
  14. Qaul Shahabi
  15. Istihsan
  16. Muraa’atul Khilaaf
  17. Saddud Dzaraa’i.
Sahabat-sahabat Imam Maliki dan Pengembangan Mazhabnya
Di antara ulama-ulama Mesir yang berkunjung ke Medinah dan belajar pada Imam Malik ialah :
·  Abu Muhammad Abdullah bin Wahab bin Muslim.
·  Abu Abdillah Abdur Rahman bin Qasim al Utaqy.
·  Asyhab bin Abdul Aziz al Qaisi.
·  Abu Muhammad Abdullah bin Abdul Hakam.
·  Asbagh bin Farj al Umawi.
·  Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakam.
·  Muhammad bin Ibrahim bin Ziyad al Iskandari.
      Adapun ulama-ulama yang mengembangkan mazhab Maliki di Afrika dan Andalus ialah :
·  Abu Abdillah Ziyad bin Abdur Rahman al Qurthubi.
·  Isa bin Dinar al Andalusi.
·  Yahya bin Yahya bin Katsir Al Laitsi.
·  Abdul Malik bin Habib bin Sulaiman As Sulami.
·  Abdul Hasan Ali bin Ziyad At Tunisi.
·  Asad bin Furat.
·  Abdus Salam bin Said At Tanukhi.
      Sedang Fuqaha-fuqaha Malikiyah yang terkenal sesudah generasi tersebut di atas adalah sebagai berikut :
·  Abdul Walid al Baji
·  Abdul Hasan Al Lakhami
·  Ibnu Rusyd Al Kabir
·  Ibnu Rusyd Al Hafiz
·  Ibnu ‘Arabi
·  Ibnul Qasim bin Jizzi
Daerah-daerah yang Menganut Mazhab Maliki.
          Awal mulanya tersebar di daerah Medinah, kemudian tersebar sampai saat ini di Marokko, Aljazair, Tunisi, Libia, Bahrain, dan Kuwait.
3.Mazhab Syafi’i.
        Mazhab ini dibangun oleh Al Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi’i seorang keturunan Hasyim bin Abdul Muthalib. Beliau lahir di Guzah tahun 150 H bersamaan dengan tahun wafatnya Imam Abu Hanifah yang menjadi Mazhab yang pertama.Guru Imam Syafi’i yang pertama ialah Muslim bin Khalid, seorang Mufti di Mekah. Imam Syafi’i sanggup hafal Al Qur-an pada usia sembilan tahun. Setelah beliau hafal Al Qur-an barulah mempelajari bahasa dan syi’ir ; kemudian beliau mempelajari hadits dan fiqh.
         Mazhab Syafi’i terdiri dari dua macam ; berdasarkan atas masa dan tempat beliau mukim. Yang pertama ialah Qaul Qadim; yaitu mazhab yang dibentuk sewaktu hidupdi Irak. Dan yang kedua ialah Qul Jadid; yaitu mazhab yang dibentuk sewaktu beliau hidup di Mesir pindah dari Irak.
Keistimewaan Imam Syafi’i dibanding dengan Imam Mujtahidin yaitu bahwa beliau merupakan peletak batu pertama ilmu Ushul Fiqh dengan kitabnya Ar Risaalah. Dan kitabnya dalam bidang fiqh yang menjadi induk dari mazhabnya ialah : Al-Um.
Dasar-dasar Mazhab Syafi’i
Dasar-dasar atau sumber hukum yang dipakai Imam Syafi’i dalam mengistinbat hukum sysra’ adalah :
·  Al Kitab.
·  Sunnah Mutawatirah.
·  Al Ijma’.
·  Khabar Ahad.
·  Al Qiyas.
·  Al Istishab.
Sahabat-sahabat beliau yang berasal dari Irak antara lain :
·  Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid bin Yaman al-Kalabi al-Bagdadi.
·  Ahmad bin Hanbal yang menjadi Imam Mazhab keeempat.
·  Hasan bin Muhammad bin Shabah Az Za’farani al-Bagdadi.
·  Abu Ali Al Husain bin Ali Al Karabisi.
·  Ahmad bin Yahya bin Abdul Aziz al Bagdadi.
Adapun sahabat beliau dari Mesir :
·  Yusuf bin Yahya al Buwaithi al Misri.
·  Abu Ibrahim Ismail bin Yahya al Muzani al Misri.
·  Rabi’ bin Abdul Jabbar al Muradi.
·  Harmalah bin Tahya bin Abdullah Attayibi
·  Yunus bin Abdul A’la Asshodafi al Misri.
·  Abu Bakar Muhammad bin Ahmad.
Daerah-daerah yang Menganut Mazhab Syafi’i
           Mazhab Syafi’i sampai sekarang dianut oleh umat Islam di : Libia, Mesir, Indonesia, Pilipina, Malaysia, Somalia, Arabia Selatan, Palestina, Yordania, Libanon, Siria, Irak, Hijaz, Pakistan, India, Jazirah Indo China, Sunni-Rusia dan Yaman.
4. Mazhab Hambali.
           Pendiri Mazhab Hambali ialah : Al Imam Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal bin Hilal Azzdahili Assyaibani. Beliau lahir di Bagdad pada tahun 164 H. dan wafat tahun 241 H. Ahmad bin Hanbal adalah seorang imam yang banyak berkunjung ke berbagai negara untuk mencari ilmu pengetahuan, antara lain : Siria, Hijaz, Yaman, Kufah dan Basrsh. Dan beliau dapat menghimpun sejumlah 40.000 hadis dalam kitab Musnadnya.
Dasar-dasar Mazhabnya.
Adapun dasar-dasar mazhabnya dalam mengistinbatkan hukum adalah :
·  Nash Al Qur-an atau nash hadits.
·  Fatwa sebagian Sahabat.
·  Pendapat sebagian Sahabat.
·  Hadits Mursal atau Hadits Doif.
·  Qiyas.
Dalam menjelaskan dasar-dasar fatwa Ahmad bin Hanbal ini didalam kitabnya I’laamul Muwaaqi’in.
Pengembang-pengembang Mazhabnya
            Adapun ulama-ulama yang mengembangkan mazhab Ahmad bin Hanbal adalah sebagai berikut :
·  Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Hani yang terkenal dengan nama Al Atsram; dia telah mengarang Assunan Fil Fiqhi ‘Alaa Mazhabi Ahamd.
·  Ahmad bin Muhammad bin Hajjaj al Marwazi yang mengarang kitab As Sunan Bisyawaahidil Hadis.
·  Ishaq bin Ibrahim yang terkenal dengan nama Ibnu Ruhawaih al Marwazi dan termasuk ashab Ahmad terbesar yang mengarang kitab As Sunan Fil Fiqhi.
            Ada beberapa ulama yang mengikuti jejak langkah Imam Ahmad yang menyebarkan mazhab Hambali, diantaranya :
·  Muwaquddin Ibnu Qudaamah al Maqdisi yang mengarang kitab Al Mughni.
·  Syamsuddin Ibnu Qudaamah al Maqdisi pengarang Assyarhul Kabiir.
·  Syaikhul Islam Taqiuddin Ahmad Ibnu Taimiyah pengarang kitab terkenal Al Fataawa.
·  Ibnul Qaiyim al Jauziyah pengarang kitab I’laamul Muwaaqi’in dan Atturuqul Hukmiyyah fis Siyaasatis Syar’iyyah.Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qaiyim adalah dua tokoh yang membela dan mengembangkan mazhab Hambali.
Daerah yang Menganut Mazhab Hambali.
             Awal perkembangannya, mazhab Hambali berkembang di Bagdad, Irak dan Mesir dalam waktu yang sangat lama. Pada abad XII mazhab Hambali berkembang terutama pada masa pemerintahan Raja Abdul Aziz As Su’udi. Dan masa sekarang ini menjadi mazhab resmi pemerintahan Saudi Arabia dan mempunyai penganut terbesar di seluruh Jazirah Arab, Palestina, Siria dan Irak.
Ada beberapa Mazhab-mazhab yang telah musnah yaitu :
-          Mazhab al-Auza’i
-          Mazhab al-Zhahiry
-          Mazhab al-Thabary
-          Mazhab al-Laitsi








C.     Penutup
Berdasarkan berbagai penjelasan di atas dapat kita pahami bahwa perbedaan pendapat di kalangan umat Islam bukanlah suatu fenomena baru, tetapi semenjak masa Islam yang paling dini perbedaan pendapat itu sudah terjadi. Perbedaan terjadi adanya cirri dan pandangan yang berbeda dari setiap mazhab dalam memahami Islam sebagai kebenaran yang satu. Untuk itu kita umat Islam harus selalu bersikap terbuka dan arif dalam memendang serta memahami arti perbedaan, hingga sampai satu titik kesimpulan bahwa berbeda itu tidak identik dengan bertentangan – selama perbedaan itu bergerak menuju kebenaran – dan Islam adalah satu dalam keragaman.
Semoga dengan makalah ini bisa memberikan informasi yang jelas tentang materi yang saya buat.Dan dalam pembuatan makalah sederhana ini, penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekurangan. Maka dari itu saran dan kritik yang membangun dari pembaca merupakan modal utama saya untuk meraih tangga kesuksesan
                Akhirnya tiada kata yang paling indah kecuali puji syukur alkhamdulillah pada pemilik kasih sayang sempurna atas berjuta nikmat yang tercurah dan kita rasakan sampai saat ini Mungkin hanya ini saja yang bisa saya angkat dari materi ijtihad dan Madzhab semoga materi ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut